Segala informasi menarik yang ada di Indonesia dan dunia.

animasi blog
Yao Ming - Rage Face Comics
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 02 Oktober 2020

MOTIVATION LETTER



Nama saya Daffa Baihaqi, dan saya adalah mahasiswa baru di Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, yang berasal dari Depok. Dan di penugasan kali ini saya akan menceritakan tentang cara saya menerima diri saya sendiri ditengah banyaknya stereotype yang ada di tengah budaya bermedia sosial. 

Ada sebuah quotes favorit saya dari Chuck Palahniuk, “The only way to find true happiness is to risk being completely cut open.” Satu-satunya jalan untuk menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah berani untuk terbuka. Jika kutipan ini disambung-sambungkan dengan tema dari penugasan kali ini yaitu self-love, artinya kebahagiaan diri kita sendiri dapat ditemukan jika kita berani untuk ‘completely cut ourself open’ atau berani menjadi diri kita sendiri. 

Zaman sekarang ini banyak sekali stereotype yang beredar tentang laki-laki. Masalahnya tak semua stereotype yang timbul ditengah masyarakat ini positif, ada beberapa yang sifatnya negative dan dikemas dalam prasangka dan diskriminasi. Salah satunya konsep tentang masculinity, dimana seorang laki-laki harus berani, mandiri dan selalu kuat. Belum lagi stereotype yang timbul akibat adanya konstruksi realitas dalam budaya bermedia sosial dimana laki-laki akan dianggap aneh dan narsistik jika terlalu banyak mengepost foto selfie. Lalu stereotype lain yang menganggap bahwa laki-laki itu cocoknya main game ketimbang aktif di media sosial. Akhirnya, media sosial yang awalnya menjadi tepat untuk menunjukkan eksistensi diri, menampung dan melepaskan pikiran, hiburan, dan memangun jaringan sosial, malah dapat menjadi pembatas bagi orang untuk menunjukkan eksistensi dirinya.

Lama kelamaan, sadar atau tidak sadar, hidup kita seakan-akan dikendalikan oleh perkataan orang lain dan konstruksi realitas yang ada di tengah masyarakat. Jujur, saya pun sempat mencoba untuk fit in dengan budaya saat ini yang sudah terpengaruh toxic nya stereotype negative yang ada. Mencoba selalu berbaur dengan budaya yang terbentuk agar dapat diterima masyarakat. Hal inilah yang membuat saya akhirnya tidak nyaman dan jenuh bermain media sosial karena rasanya seperti ruang gerak saya disitu dibatasi. Saya juga merasa seperti menutup-nutupi diri saya di media sosial.

Kenyataan inilah yang akhirnya membuat saya sadar bahwa budaya-budaya yang terbentuk dengan adanya stereotype negative ini yang membuat saya tidak bisa menerima diri saya sendiri. Saya selalu ingin merasa good enough untuk orang lain dengan menutupi kekurangan saya didepan orang lain. Dan pada akhirnya saya mengerti bahwa pola pikir saya selama ini salah. Nyatanya kita tidak hanya hidup dari kelebihan yang kita miliki, namun juga dari kekurangan yang ada dalam diri kita, karena kekurangan itulah yang membuat kita berbeda dari orang lain. Kalau semua orang didunia ini sempurna, maka kita akan hidup sebagai manusia anti sosial. Kekurangan ada karena kita diciptakan sebagai makhluk sosial dan kekurangan ini ada supaya kita saling menghargai dan melengkapi satu sama lain. 

Maka dari itu, akhirnya secara perlahan saya berusaha masa bodoh dengan perkataan orang-orang lain dan dengan budaya hasil konstruksi realitas yang diciptakan pengguna media sosial karena hal itulah yang mengunci pikiran dan kreativitas saya untuk mengekspresikan diri. Caranya sebenarnya mudah. Cukup kurangi intensitas waktu menggunakan media sosial dan cari kesibukan lain diluar itu. Jika kita lihat, orang-orang yang sukses adalah mereka yang berani step out of the comfort zone. Tidak ada pebisnis yang dapat sukses membangun usahanya jika ia tidak berani mengambil resiko. Begitu juga dengan social media influencer, contohnya James Charles. Jika ia tidak berani mengekspresikan dirinya yang sebenarnya, mungkin sampai hari ini ia tidak akan pernah mendapat subscribers di Youtube sebanyak 16 juta orang. Intinya adalah berani melepaskan isi pikiranmu dan mengekspresikan diri adalah wujud nyata kalau kita bisa menerima diri sendiri. Dan bagi saya, jika kita bisa menerima kelebihan sekaligus kekurangan yang ada dalam diri kita, itu artinya kita sudah mencintai diri kita sendiri. 


Rabu, 30 September 2020

Pengaruh Penugasan PKK Maba terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa Baru Universitas Brawijaya 2020


 

Kesehatan mental merupakan isu kesehatan yang sedang ramai menjadi perbincangan. Masalah kesehatan ini tidak menjangkiti fisik, tetapi lebih ke arah psikologis. Walaupun nantinya bisa juga menjangkiti secara fisik akibat dampak dari kesehatan mental ini. Namun, sayangnya kesehatan mental masih tabu bagi sebagain besar masyarakat di Indonesia, padahal mental health sudah menjadi concern di banyak negara lain.

Kasus ini banyak dialami oleh generasi milenial dan generasi z, berbagai faktor pemicu memang sering muncul di saat usia produktif. Faktor pemicu yang sering menyebabkan masalah ini adalah stres dan depresi yang berlebih yang bisa diakibatkan oleh beberapa hal. Saya akan memberikan contoh kasus ini di ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu di tingkat universitas. Banyaknya pemberian tugas yang dibebankan oleh mahasiswa terutama mahasiswa baru adalah salah satu pemicu timbulnya stres dan depresi berlebih. Misalnya saja esai yang saya kerjakan ini, esai ini saya kerjakan berbarengan dengan tugas lain dari rangkaian acara PKK Maba di kampus saya ditambah lagi tugas kuliah dari dosen yang merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Selain esai, adanya tugas membuat video yang membebankan sebagian mahasiswa baru, banyak dari mereka terkendala oleh fasilitas yang ada, seperti ponsel dan laptop yang tidak memadai. Tugas ini juga mengharuskan untuk diunggah di media sosial  banyak dari mahasiswa baru yang terkendela jaringan dan kuota, mereka pasti lebih memprioritaskan kuota untuk kuliah online. Tenggat waktu pengumpulan tugas ini pun sangat berdekatan. Tugas ini mengharuskan kita untuk aware dan paham tentang kesehatan mental, tetapi yang memberi tugas ini tidak memedulikan kesehatan mental bagi mahsiswa baru, sebuah ironi yang nyata. Lagi pula esai dan video tersebut belum tentu dinilai atau diberikan masukan oleh panitia, saya mengerti alasan mengapa diberikan tugas esai agar kita terbiasa membuat esai dan membuat video agar kita lebih berani, tetapi kalau tidak ada masukan dan penilaian tidak akan mungkin para mahasiswa baru mengetahi letak kesalahan mereka. Kalau begitu berarti panitia harus mampu menilai semua tugas 15 ribu mahasiswa baru.

Kita harus tahu bahwa tingkat depresi di Indonesia bisa dibilang mengkhawatirkan menurut WHO regional Asia Pasifik jumlah kasus depresi di Indonesia ada sebanyak 9.162.886 atau sekitar 3,7 persen angka ini tidak bisa disepelekan dan dianggap sedikit (Ayuningtyas dkk,2018), sedangkan kasus bunuh diri akibat depresi di Indonesia mencapai satu juta jiwa setiap tahunnya (Hanifah,2019). Angka ini menunjukan masih tingginya kasus kesehatan mental yang dilatar belakangi oleh depresi di Indonesia dan juga masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan mental.

Langkah yang harus kita lakukan untuk melakukan pencegahan dan penanganan kesehatan mental ialah menceritakan semua yang kita rasakan kepada orang-orang terdekat yang sekiranya juga paham mengenai mental health, terbukalah dengan mereka, dan hindarilah orang yang berpikiran toxic karena itu akan memperparah keadaan. Jika perlu bantuan tenaga ahli datanglah ke psikolog jangan ada rasa malu atau takut datang ke psikolog. Teruntuk kasus mental health di universitas, panitia seharusnya memikirkan juga mental health mahasiswa baru  jangan terlalu memberatkan dan apabila ada mahasiswa  yang membutuhkan psikolog karena depresi terutama dari tugas PKK maba harus diberikan layanan sampai membaik dan tidak hanya tiga kali layanan gratis dari fasilitas kampus. Besar mimpi dan harapan saya agar Indonesia bisa lebih peduli tentang kesehatan mental. Semangat semua kita bisa terbebas dari “belenggu” ini.


Daftar Pustaka

 

Ayuningtyas, Dumilah, Misnaniarti, & Rayhani, Marisa.(2018). ANALISIS SITUASI KESEHATAN MENTAL PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA.Diakses dari http://103.208.137.59/index.php/jikm/article/view/241/189

 

Hanifah, Inas.2019. Tingginya Angka Kematian Akibat Depresi Cerminkan Rendahnya Kesadaran Kesehatan Mental. http://news.unair.ac.id/2019/11/10/tingginya-angka-kematian-akibat-depresi-cerminkan-rendahnya-kesadaran-kesehatan-mental (29 September 2020)